Warak Ngendhog, adalah maskot khas Gudgeran yang digelar setiap menjelang Bulan Suci Ramadhan.
Warak Ngendhog memiliki makna spritual yang mendalam. Sebagai maskot, setiap bagian tubuh Warak Ngendog mempunyai makna pemersatu antar etnis warga Kota Semarang.
warak Ngendhog, sebagai maskot pemersatu antar etnis warga Kota Semarang (foto : Facebook Pro4 RRI) |
SELAYANGKABAR.COM, Semarang - Dugderan adalah sebuah perayaan warga Kota Semarang yang diadakan setiap tahun.
Festival dugderan ini konon sudah dilaksanakan sekitar tahun 1881, yang artinya telah dilaksanakan rutin sejak 142 tahun
Perayaan ini diadakan pada bulan Sya’ban dalam penanggalan Islam, dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Dalam tradisi ini, terdapat satu hewan yang menjadi maskot utama dalam festival Dugderan, yaitu Warak Ngendog.
Warak Ngendog merupakan sebuah hewan motologi.
Banyak makna yang terkandung di dalam maskot Warak Ngendhog, yang menjadi simbol atas filosofi kegiatan Dugderan.
Folosofi Warak Ngendhog
Warak ngendog diambil dari dua kata, yaitu warak dan ngendhog.
Warak dalam bahasa Jawa berati badak, dan dalam bahasa Arab berati suci, atau menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Sedangkan Ngendog, merupakan bahasa Jawa yang artinya bertelur.
Dalam arti yang tersirat, telur yang dimaksud adalah pahala yang diperoleh selama menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
Secara filosofi, warak ngendhog ini ingin menyampaikan pesan.
Pesan yang ingin disampaikan dalam Warak Ngendhog ini, adalah anjuran untuk selalu menjaga kesucian hati selama Bulan Ramadhan.
Selama berpuasa kita diperintahkan menahan hawa nafsu dan membersihkan hati, serta mendekatkan diri kepada Allah.
Hingga nanti di hari kemenangan, di Hari Raya Idul Fitri, manusia akan kembali menjadi bersih dan suci seperti halnya bayi yang baru lahir.
Warak hakekatnya merupakan simbol dari hawa nafsu manusia.
Tubuh warak yang bersisik, dengan mulut yang menganga serta bertaring. Warak juga memiliki wajah yang menyeramkan, yang menggambarkan hawa manusia nafsu.
Hawa nafsu inilah yang harus dikalahna dengan puasa selama Bulan Suci Ramadhan.
BACA JUGA :
Dugderan, Festival Sambut Ramadhan Warga Semarang, Digelark 147 Tahun Lalu
Sejarah Warak Ngendhog
Dilansir dari dpad.jogjaprov.go.id, belum dipastikan secara konkrit siapa pencipta hewan imajiner ini.
Hingga saat ini, Warak Ngendhog akan menjadi misteri panjang dalam hal awal kemunculannya.
Dalam karya klasik “Riwajat Semarang” (1936), karangan sejarahwan Semarang Nio Joe Lan, dan “Semarang Sepanjang Jalan Kenangan” (1976), karangan Amen Budiman, menyinggung tentang Warak Ngendhog ini.
Namun dalam kedua buku tersebut, tidak dijelaskan siapa pencipta dan kapan terciptanya Warak Ngendhog.
Menurut penelitian yang dilakukan Amen Budiman dalam bukunya, diperkirakan hewan imajiner yang merupakan maskot dari acara dugderan tersebut itu mulai dikenal masyarakat pada akhir abad ke-19.
Warak Ngendhog tersebut muncul tepatnya saat masa pemerintahan Ario Purboningrat, Kanjeng Bupati Semarang yang menjabat pada periode tahun 1881-1897, .
Asumsinya tersebut dilihat dari munculnya warak ngendog yang dibuat sebagai mainan, pada setiap perayaan festival dugderan.
Mitologi Pemersatu Bangsa
Sebagai binatang imajiner, Warak Ngendhog digambarkan sebagai simbol pemersatu etnis yang berbeda yang tinggal di kota Semarang.
Warak merupakan kombinasi dari hewan Naga, yang merupakan ciri khas etnis Cina, Buraq dari Arab, serta Kambing dari Jawa.
Seiring perkembangan dan selera zaman, bentuk Warak Ngendog telah mengalami banyak transformasi yang dibuat tanpa berpedoman dari pakem filosofisnya.
Kemungkinan para pembuat Warak gendhog berusaha memodifikasi warak agar lebih berbeda dan mengikuti selera jaman.
Sayangnya hal tersebut malah melunturkan keelokan makna simbol-simbol yang menjadi filosofi dari Warak Ngendog***
Sumber : disadur dari beberapa sumber